author : yissa luthana

Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya dan zat terlarut), dan atau sebagai carrier bahan makanan dan bahan tambahan, serta untuk mempermudah penanganan makanan. Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan.

Komponen utama penyusun edible film ada tiga kelompok yaitu hidrokoloid, lemak, dan komposit. Kelompok hidrokoloid meliputi protein, derivate sellulosa, alginate, pektin, dan polisakarida lain. Kelompok lemak meliputi wax, asilgliserol, dan asam lemak; sedangkan kelompok komposit mengandung campuran kelompok hidrokoloid dan lemak.

Edible film terbuat dari komponen polisakarida, lipid dan protein. Edible film yang terbuat dari hidrokoloid menjadi barrier yang baik terhadap transfer oksigen, karbohidrat dan lipid. Pada umumnya sifat dari hidrokoloid sangat baik sehingga potensial untuk dijadikan pengemas. Sifat film hidrokoloid umumnya mudah larut dalam air sehingga menguntungkan dalam pemakaiannya. Penggunaan lipid sebagian bahan pembuat film secara sendiri sangat terbatas karena sifat yang tidak larut dari film yang dihasilkan. Kelompok Hidrokoloid meliputi protein dan polisakarida. Selulosa dan turunannya merupakan sumber daya organik yang memiliki sifat mekanik yang baik untuk pembuatan film yang sangat efisien sebagai barrier terhadap oksigen dan hidrokarbon dan bersifat barrier terhadap uap air, sehingga dapat digunakan dengan penambahan lipid.

Bahan hidrokoloid dan lemak atau campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edible film. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat edible film adalah protein (gel, kasein, protein kedelai, protein jagung dan gluten gandum) dan karbohidrat (pati, alginat, pektin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya), sedangkan lipid yang digunakan adalah lilin/wax, gliserol dan asam lemak. Kelebihan  edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida; serta lipid memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.

Edible film umumnya dibuat dari salah satu bahan yang memiliki sifat barrier atau mekanik yang baik, tetapi tidak untuk keduanya. Oleh karena itu, dalam pembuatan edible film mungkin ditambahkan bahan yang bersifat hidrofob untuk memperbaiki sifat penghambatan (barrier) pada edible film.

1. Pembuatan Edible film

Film didefinisikan sebagai lembaran fleksibel, yang tidak berserat dan tidak mengandung bahan metalik dengan ketebalan kurang dari 0,01 inci atau 250 mikron. Film terbuat dari turunan selulosa dan sejumlah resin thermoplastik. Film terdapat dalam bentuk roll, lembaran dan tabung. Kemasan film dapat digunakan sebagai pembungkus, kantong, tas, dan sampul, mengemas tembakau, biskuit, kabel, tekstil, pupuk, pestisida, obat-obatan, mentega, produk kering yang beku untuk para astronot.

Terdapat beberapa jenis polisakarida yang dapat digunakan untuk membuat edible film antara lain selulosa dan turunannya, hasil ekstraksi rumput laut (yaitu karaginan, alginate, agar dan furcellaran), exudates gum, kitosan, gum hasil fermentasi mikrobia, dan gum dari biji-bijian.

Lapisan/film yang sesuai untuk produk buah-buahan segar adalah film dari polimer pektin karena sifat permeabilitasnya yang selektif dari polimer tersebut terhadap oksigen dan karbondiokasida. Untuk memperkecil permeabilitasnya, terhadap uap air maka dalam polimer sering ditambahkan asam lemak.

Pada umumnya pembuatan edible film dari satu bahan memiliki sifat sebagai barrier atau mekanik yang baik, tetapi tidak untuk keduanya. Interaksi antara dua jenis polimer sakarida membentuk jaringan yang kuat dengan sifat mekanis yang baik, tetapi tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat hidrofil. Film dari lemak memiliki sifat penghambatan yang baik, tetapi mudah patah. Oleh karena itu, dalam pembuatan edible film sering ditambahkan bahan yang bersifat hidrofob untuk memperbaiki sifat penghambatan (barrier properties) edible film.

Pembentukan edible film memerlukan sedikitnya satu komponen yang dapat membentuk sebuah matriks dengan kontinyuitas yang cukup dan kohesi yang cukup. Derajat atau tingkat kohesi akan menghasilkan sifat mekanik dan penghambatan film; Umumnya komponen yang digunakan berupa polimer dengan berat molekul yang tinggi. Struktur polimer rantai panjang diperlukan untuk  menghasilkan matriks film dengan kekuatan kohesif yang tepat. Kekuatan kohesif film terkait dengan struktur dan kimia polimer, selain itu juga dipengaruhi oleh terdapatnya bahan aditif seperti bahan pembentuk ikatan silang.

2. Bahan tambahan Edible film

a. Gliserol

Untuk memperbaiki sifat plastik maka ditambahkan berbagai  enis tambahan atau aditif. Bahan tambahan ini sengaja ditambahkan dan berupa komponen bukan plastik yang diantaranya berfungsi sebagai plasticizer, penstabil pangan, pewarna,  enyerap UV dan lain-lain. Bahan itu dapat berupa senyawa organik maupun anorganik yang biasanya mempunyai berat molekul rendah.

Plasticizer merupakan bahan tambahan yang diberikan pada waktu proses agar plastik lebih halus dan luwes. Fungsinya untuk memisahkan bagian-bagian dari rantai molekul yang panjang.

Plasticizer adalah bahan non volatile dengan titik didih tinggi yang apabila ditambahkan ke dalam bahan lain akan merubah sifat fisik dan atau sifat mekanik dari bahan tersebut. Plasticizer ditambahkan untuk mengurangi gaya intermolekul antar partikel penyusun pati yang menyebabkan terbentuknya tekstur edible film yang mudah patah (getas).

Gliserol adalah senyawa golongan alkohol polihidrat dengan 3 buah gugus hidroksil dalam satu molekul (alcohol trivalent). Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3, dengan nama kimia 1,2,3 propanatriol. Berat molekul gliserol adalah 92,1 massa jenis 1,23 g/cm2 dan titik didihnya 209°C.

Gliserol memiliki sifat mudah larut dalam air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air, dan menurunkan Aw. Gliserol merupakan plasticizer yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan pembentuk film yang bersifat hidrofobik seperti pati. Ia dapat meningkatkan sorpsi molekul polar seperti air. Peran gliserol sebagai plasticizer dan konsentrasinya meningkatkan fleksibilitas film.

Molekul plasticizer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekul dan meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya menyebabkan peningkatan elongasi dan penurunan Tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Penurunan interaksi intermolekul dan peningkatan mobilitas molekul akan memfasilitasi migrasi molekul uap air.

Plasticizer menurunkan gaya inter molekuler dan meningkatkan mobilitas ikatan polimer sehingga memperbaiki fleksibilitas dan extensibilitas film. Ketika gliserol menyatu,

terjadi beberapa modifikasi struktural di dalam jaringan pati, matriks film menjadi lebih sedikit rapat dan di bawah tekanan, bergeraknya rantai polimer dimudahkan, meningkatkan fleksibilitas film.

Tanpa plasticiser amilosa dan amilopektin akan membentuk suatu film dan suatu struktur yang bifasik dengan satu daerah kaya amilosa dan amilopektin. Interaksi-interaksi antara molekul-molekul amilosa dan amilopektin mendukung formasi film, menjadikan film pati jadi rapuh dan kaku. Keberadaan dari plasticizer di dalam film pati bisa menyela pembentukan double helices dari amilosa dengan cabang amilopektin, lalu mengurangi interaksi antara molekulmolekul amilosa dan amilopektin, sehingga meningkatkan fleksibilitas film pati.

Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik, seperti pektin, pati, gel, dan modifikasi pati, maupun pembuatan edible film berbasis protein. Gliserol merupakan suatu

molekul hidrofilik yang relatif kecil dan mudah disisipkan diantara rantai protein dan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus amida dan protein gluten. Hal ini berakibat pada penurunan interaksi langsung dan kedekatan antar rantai protein. Selain itu, laju transmisi uap air yang melewati film gluten yang dilaporkan meningkat seiring dengan peningkatan kadar gliserol dalam film akibat dari penurunan kerapatan jenis protein.

b. Pati tapioka

Semua pati yang terdapat secara alami tersusun dari dua macam molekul pektin (amilosa dan amilopektin). Amilosa merupakan polimer berantai lurus, α 1-4 glukosidik, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α 1-6 glukosidik. Molekul-molekul berrantai lurus, yaitu amilosa yang berdekatandan bagian rantai yang lurus pada bagian luar atau ujungujung amilopektin tersusun dengan arah sejajar. Susunan tersebut membentuk bangunan yang kristalin dan kompak. Molekulmolekul bercabang, yaitu amilopektin mempunyai susunan yang kurang kompak/amorf, sehingga lebih mudah dicapai oleh air dan enzim. Pati mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan sifat-sifat produk pangan. Pati mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga berpengaruh pada aplikasi proses, mutu, dan penerimaan produk.

Karena kemampuannya, pati dijadikan bahan pelapis yang dapat dimakan (edible film). Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film). Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil. Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.

Edible film dari tapioka memiliki sifat mekanik yang hampir sama dengan plastik dan kenampakannya trasparan. Tepung tapioka meskipun dibuat dari bahan (singkong) dengan kandungan unsur gizi yang rendah, namun masih memiliki unsur gizi.

Tepung tapioka tidak termasuk di dalam golongan amilopektin, namun tepung tapioka memiliki sifat-sifat yang sangat mirip dengan amilopektin. Sifat-sifat tepung tapioka tersebut adalah :

1.      Sangat jernih. Dalam bentuk pasta, amilopektin menunjukkan kenampakkan yang sangat jernih sehingga sangat disukai karena dapat mempertinggi mutu penampilan dari produk

akhir.

2.      Tidak mudah menggumpal. Pada suhu normal, pasta dari amilopektin tidak mudah menggumpal dan kembali menjadi keras.

3.      Memiliki daya pemekat yang tinggi. Karena kemampuannya untuk mudah pekat, maka pemakaian pati dapat dihemat.

4.      Tidak mudah pecah atau rusak. Pada suhu normal atau lebih rendah, pasta tidak mudah kental dan pecah (retak-retak). Dibandingkan dengan pati biasa, stabilitas amilopektin pada suhu amat rendah juga lebih tinggi.

5.      Suhu gelisasi lebih rendah. Dengan demikian juga menghemat pemakaian energy.

Edible film dari pati tapioka termasuk ke dalam kelompok hidrokoloid, yang bersifat higroskopis. Umumnya film dari hidrokoloid mempunyai struktur mekanis yang cukup bagus, namun kurang bagus terhadap penghambatan uap air. Pada kondisi kandungan uap air yang tinggi, film akan menyerap uap air dari lingkungannya.

c. CaSO4

Untuk memperbaiki mutu gel cincau dapat ditambahkan bahan pengikat, antara lain pati, agar dan CaSO4. Penggunaan pati dengan konsentrat 0,1 % dari air pengekstrak; atau penambahan agar 0,02 % dari air pengekstrak; atau penambahan CaSO4 dengan konsentrasi 0,05 % dari bubuk daun cincau kering akan menghasilkan gel yang baik; baik untuk bubuk daun cincau kering jemur maupun kering oven.

3. Sifat-sifat Edible film

Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama pengolahan, sedangkan sifat penghambatan menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film tersebut. Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan, pemanjangan, laju transmisi uap air, dan kelarutan film.

a. Ketebalan Film (mm)

Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi padatan terlarut dalam larutan film dan ukuran plat pencetak. Ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi uap air, gas dan senyawa volatile .

b. Tensile strength (Mpa) dan Elongasi (%)

Pemanjangan didefinisikan sebagai prosentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus. Kekuatan regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film untuk merenggang atau memanjang.

c. Kelarutan Film

Persen kelarutan edible film adalah persen berat kering dari film yang terlarut setelah dicelupkan di dalam air selama 24 jam .

d. Laju Transmisi Uap Air

Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin .

Faktor-faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas kemasan adalah :

1.      Jenis film permeabilitas dari polipropilen lebih kecil dari pada polietilen artinya gas atau uap air lebih mudah menembus polipropilen daripada polietilen.

2.      Ada tidaknya ” cross linking” misalnya pada konstanta

3.      Suhu

4.      Ada tidaknya plasticizer misal air

5.      Jenis polimer film

6.      Sifat dan besar molekul gas

7.      Solubilitas atau kelarutan gas

Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan kekuatan film menahan kerusakan bahan selama pengolahan; sedangkan sifat penghambatan menunjukkan

kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film tersebut. Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan, pemanjangan, laju transmisi uap air, dan kelarutan film.

4. Edible Film dari Pektin

a. Edible film pektin cincau hitam komposit asam stearat

Edible film dari pektin cincau hitam terbuat dari ekstrak daun janggelan 1,25% (b/v), tapioka 1% (b/v), asam stearat 0%; 10%; 20%; 30%; 4 0% (b/b ekstrak daun janggelan), gliserol 0,5 % (b/v), zein 5% (b/b ekstrak daun janggelan), serta etanol. Berdasarkan pengamatan di lapangan; gel cincau hitam bersifat tahan terhadap perebusan. Bila gel tersebut diserut tipis-tipis, kemudian direbus menghasilkan lapisan tipis. Apabila lapisan tipis gel cincau hitam dikeringkan mempunyai sifat amat rekat terhadap cetakan tidak mudah robek dan tembus pandang. Sifat-sifat ini dapat digunakan dalam pembuatan edible film. Penambahan asam strearat mempengaruhi isifat fisik dan mekanik edible film cincau hitam. Peningkatan konsentrasi asam stearat menyebabkan kenaikan ketebalan tetapi menurunkan kuat regang putus, kelarutan dan laju transmisi uap air edible film yang dihasilkan.

b. Edible Film Komposit Pektin Daging Buah Pala dan Tapioka

Pada penelitian yang dilakukan oleh Payung Layuk (2001), dilakukan penambahan tapioka dalam proses pembuatan edible film. Sebab tapioka juga menambah jumlah karbon dan gugus fungsional sehingga meningkatkan persen pemanjangan. Semakin tinggi tapioka yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai tensile strength yang dihasilkan.

c. Edible film pektin albedo semangka dan tapioka

Kompoosisi edible film pektin albedo semangka dan tapioka adalah pektin albedo semangka 1% (b/b pati), pati tapioka 2% (b/v), gliserol 1% (b/v) dan variasi asam palmitat 0%-8%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Anugrahati (2001) edible film dari pektin Albedo semangka ditambah dengan asam palmitat digunakan untuk menurunkan nilai permeabilitas, sebab asam palmitat bersifat hidrofob. Dijelaskan pula bahwa karena pectin yang digunakan memiliki sifat yang mudah membentuk gel, kental dan elastis, maka dihasilkan edible film yang memiliki nilai elongasi yang tinggi.

d. Edible Film dari Campuran Protein biji Karet dan Kasein

Film yang dibuat dari pektin saja, menghasilkan matriks yang lebih elastic daripada film yang terbuat dari campuran pati dan pektin. Peningkatan konsentrasi pati mengakibatkan penurunan kemampuan memanjang film bila dikanai gaya tarik.

CONTOH PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI PEKTIN CINCAU HIJAU

1. Penyiapan Bahan

a. Pembuatan Bubuk Cincau Hijau (Premna Oblongifolia Merr.,)

Pembuatan bubuk cincau diawali dengan mencuci daun cincau segar dengan air suhu kamar, kemudian dikeringkan dengan oven 50oC selama 18 jam atau dijemur dari jam 08.00 sampai 15.00 selama tiga hari (total 21 jam). Kemudian daun yang sudah kering tersebut digiling dan diayak dengan ayakan berdiameter 0,5 milimeter.

Diagram Alir pembuatan bubuk

b. Tahap Ekstraksi Pektin

Bubuk cincau hijau sebanyak 25 gram ditambah dengan 500 ml aquadest dalam bekker glass 1000 ml pada suhu 25oC, dan diaduk-aduk sampai rata dengan menggunakan magnetic stirrer untuk membantu dalam proses ekstraksi. Kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain saring, sehingga diperoleh filtrat berupa cairan dan ampas. Filtrat selanjutnya ditambah dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:1. Diperoleh dua fraksi, yaitu gel yang terdapat diantara cairan supernatan. Dilakukan penyaringan untuk memisahkan dua bagian tersebut. gel yang diperoleh dan bebas dari air dan impurities lainnya, selanjutnya dikeringkan dengan cabinet driyer pada suhu 50oC selama 5 jam. Diperoleh bentuk lembaranlembaran kering ekstrak daun cincau hijau (pektin). Kemudian diblender sampai halus dan dilakukan pengayakan dengan ayakan 100 mesh.

Diagram Alir Ekstraksi Pektin

2. Pembuatan Edible film Pektin Cincau Hijau

Pada pembuatan edible film ini mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Murdianto, et. al. (2005), yang dimodifikasi dengan variasi konsentrasi pektin cincau hijau (0%, 10%, 20%, 30% b/b berat tapioka), diagram alir pembuatan edible film komposit pektin cincau hijau dapat dilihat pada gambar 3.4. Dua jenis larutan awalnya disiapkan terlebih dahulu, yaitu pertama adalah larutan yang berisi larutan pektin cincau hijau dengan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30% (b/b tapioka), CaSO4 0,05% (b/b pektin cincau). Pektin cincau hijau, dan CaSO4 0,05% (b/b pektin cincau) dilarutkan dalam 150 ml aquadest. Larutan kedua berisi 4 gram tapioka yang dilarutkan dalam 150 ml aquadest, dipanaskan dalam hot plate selama 30 detik (sampai warnanya berubah menjadi bening), dan dilanjutkan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 30 detik. Kemudian larutan tapioka dituang ke dalam baker glass yang telah berisi larutan pektin cincau hijau dan CaSO4 0,05%. Selanjutnya gliserol 0,87% (b/v) atau 2,6 gram ditambahkan pada larutan yang telah mengandung larutan pektin cincau hijau, CaSO4 0,05%, dan tapioka, kemudian diaduk dan dipanaskan terus sampai 750C (dipertahankan selama 5 menit), selanjutnya dipanaskan sambil diaduk hingga suhu 800C-850C (dipertahankan selama 10 menit). Larutan dicetak dan dikeringkan pada suhu 60OC selama 12 jam.

Diagram Alir pembuatan Edible film

3. Aplikasi Edible film

Aplikasi edible film ini dilakukan dengan cara coating dan wrapping pada buah anggur hijau.

a. Coating (pelapisan) buah anggur hijau

Anggur mula-mula dicelukan pada larutan Natrium Benzoat 0,05%, hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya jamur selama penyimpanan; kemudian anggur dicelupkan ke dalam laruan edible film selama 5 menit. Anggur yang telah dicelupkan, selanjutnya dipindahkan dan dikeringkan pada suhu 40OC selama 35 menit dengan hair driyer. Pencelupan dilakukan 3 kali agar semua bagian pada biji buah anggur terlapisi merata. Lima biji buah anggur yang telah dicoating tersebut, dimasukkan ke dalam cawan petri selanjutnya dimasukkan dalam toples plastic yang telah diberi silica gel, kemudian disimpan pada suhu 25-27OC selama 3 hari.

Diagram Alir Aplikasi Edible film Pada Biji Buah Anggur Hijau dengan Cara Coating

b. Wrapping (pengemasan) buah anggur hijau

Edible film dari pektin cincau hijau yang memiliki nilai permeabilitas uap air yang terendah, diuji dengan cara dibandingkan dengan plastik saran, edible film dari agar-agar (nutrijel), dan perlakuan tanpa wrapping sebagai control.

Diagram Alir Aplikasi Edible film Pada Biji Buah Anggur Hijau dengan Cara Wrapping

Masing-masing cawan pengujian berisi lima biji buah anggur hijau dengan berat total kelima buah anggur hijau yang relatif sama untuk setiap cawan, selanjutnya disimpan apada suhu kamar selama 24 jam. Pengamatan dilakukan terhadap susut berat buah anggur dalam cawan-cawan terebut pada hari ke- 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Nilai susut berat yang terbentuk dari titik-titik merupakan hasil ploting nilai susu berat (sumbu y), dan hari pengamatan (sumbu x). selain itu, diamati pula kandungan vitamin C pada buah anggur tersebut.

About Khamir_Yeast

Pengajar dan Penulis Independen, Penyayang Kucing, Karakter : Humoris tapi Gampang Tersinggung, Agak temperamental dan cepat emosi, Cepat memaafkan, Lebih suka menganalisa sebelum berkomentar, Bersahabat tapi gak suka dengan orang yang Lebay. Suka makanan yang pedas. Hobi melukis, berenang, dan memasak. Moto Hidup : BATU saja bisa PECAH apalagi MASALAH ....

4 responses »

  1. maulana says:

    boleh minta prosedur buat pengukuran kelarutan edible filmya ga??

    untuk penelitian saya tentang edible film berbasis pati hanjeli
    saya sangat membutuhkannya

    terimakasih

  2. Sang Peneliti Sang Petualang says:

    ➡ selamat pagi… ini boleh bertanya yak? apa fungsi zein (protein jagung) dalam pembuatan edible film? apa sebagai emulsifier atau memang harus ditambahkan zein? makasih sebelumnya atas pencerahan yang diberikan :mrgreen:

  3. Mandy says:

    Saya ingin bertanya tentang ekstraksi pektin dari daun cincau hijau. Tolong jelasin lebih detailed dong. Please 🙂 I have to extract pectin from cincau hijau buat research (kerjaan sekolah). Terima kasih bantuannya 🙂

  4. mahargono says:

    potonya alat ada?

Leave a comment